Jumat, 18 November 2016

Teknologi Authentikasi Retina Scanner (Sistem Cerdas)

Teknologi Authentikasi Retina Scanner


Andika Adri Putra                       11114064
Nanda Yulian Pranoto                 17114806

A. Pendahuluan
Biometric berasal dari kata Bio dan Metric. Kata bio diambil dari bahasa yunani kuno yang berarti Hidup sedangkan Metric juga berasal dari bahasa yunani kuno yang berarti ukuran, jadi jika disimpulkan biometric berarti pengukuran hidup. Tapi secara garis besar biometric merupakan pengukuran dari statistic analisa data biologi yang mengacu pada teknologi untuk menganalisa karakteristik suatu tubuh ( individu ).
Retinal Scan merupakan salah satu biometri tertua dari beberapa teknologi biometri yang ada. Pada tahun 1930 riset mengusulkan teknologi yang dapat mengditeksi pembuluh darah pada selaput mata. Tetapi teknologi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk digunakan dan tepatnya pada tahun 1984 alat ini mulai dikembangkan dan digunakan oleh perusahaan - perusahaan tertentu.
 
Pengertian dari retinal scan itu sendiri adalah salah satu teknologi biometri yang memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi yang mampu meneliti lapisan pembuluh darah dibelakang selaput mata.

Tapi tingkat akurasi dari retinal scan sendiri bisa menurun apabila terjadi gangguan pada selaput mata. Contohnya, bila mata sudah mulai rabun atau parahnya lagi ( katarak ) maka alat yang digunakan untuk mengditeksi taidak dapat mengenali identitas si pengguna.
 
 B. Pembahasan
Retinal Scan merupakan salah satu teknologi biometric yang bekerja pada belakang selaput mata (selaput jala). Retinal Scan sampai sekarang penggunaannya masih sangat jarang, mungkin dikarenakan biaya yang sangat tinggi dan kebanyakan orang berpendapat, dengan menggunakannyan teknologi ini bisa menimbulkan gangguan pada mata.

Memang diakui semua teknologi tidak ada yang sempurna tidak melainkan teknologi Retinal Scan, akan tetapi dengan menggunakan teknologi ini identitas pemakai akan sangat sulit untuk diduplikatkan. Bukan hanya itu saja teknologi tersebut bisa sangat akurat dalam mengverifikasikan bahwa si pengguna telah menunjukkan identitasnya. Selain itu alat ini tidak seperti kartu identitas yang bisa dicuri bahkan dihilangkan.

Retinal scan ini dioperasikan melalui alat digital yang mampu mengditeksi dengan cepat dan melalui inframerah atau cahaya ( sinar ) maka alat tersebut dengan otomatis akan memunculkan identitas ataupu biodata si pengguna.

Beda dengan teknologi biometri lainnya. Teknologi ini bekerja dengan selaput mata belakang dan lewat sel saraf mata alat pengditeksi akan mengetahui si pengguna retinal scan tapi biasanya membutuhkan waktu sekitar 10 – 15 detik untuk mrngecek saraf saraf yang sudah dipasangkan retinal scan.

Teknologi ini sudah digunakan di USA di bagian militer mulai tahun 1984. Mereka menggunakan alat ini untuk menjaga akses keamanan mereka dari teroris dan pengganggu lainnya. Seperti di bagian militer mereka juga menerapkan teknologi ini dibagian CIA, FBI, NASA, bahkan juru masak dipenjara federal yang berada dipinggiran kota Texas. Mereka memanfaatkan alat ini guna untuk mejaga keamanan mereka.

    State Machine model adalah kumpulan dari Retinal Scan, yang disebut state, dan sebuah transisi yang spesifik yang diijinkan untuk melakukan modifikasi terhadap object dari satu state ke state berikutnya. State machine sering dipakai untuk real-life entities ketika state yang spesifik dan transisinya ada dan dimengerti. Ketika sebuah subject meminta untuk membaca sebuah object, harus ada sebuah transisi yang mengijinkan untuk merubah sebuah object yang closed menjadi open object. menunjukan diagram dari state machine yang sederhana. State direpresentasikan oleh lingkaran, dan transisinya direpresentasikan oleh anak panah.

Retinal scan belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien di pemerintahan maupun pelayanan publik. Padahal tata kelola pemerintahan Indonesia saat ini membutuhkan suatu sistem yang baik atau sering disebut sebagai Good Corporate Governance atau Good Government. Retinal scan dapat diperankan sebagai enabler dalam konteks pembangunan pemerintahan yang bersih, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Proses pemerintahan yang rumit (complex) dapat dimodelkan dengan teknologi dan system informasi yang sistematis. Selain untuk pemerintahan, retinal scan juga bisa digunakan diperusahaan – perusahaan yang memiliki nilai bisnis yang lumayan besar.

C.  Cara Kerja Retina Scanner
Cara kerja dari retinal sendiri cukup sederhana yaitu ketika si pengguna menggunakan alatnya maka sinar inframerah yang berada pada digital pengditeksi langsung secara otomatis mengditeksi sel saraf yang berada pada selaput mata belakang dan biasanya berlangsung 10 – 15 detik.
 
Dari gambar di samping kita bisa melihat cara kerja dari retinal scan dengan sensor dari inframerah yang melewati atau memaparkan cahayanya ke saraf retina dan secara otomatis alatnya akan mengantarkan ke digital sensor tersebut bahwa si pengguna telah menunjukkan identitasnya.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas kalau setiap teknologi tidak ada yang sempurna. Sama halnya dengan alat sensor untuk retinal scan, alat ini tidak bisa mengenal atau mengdeteksi 100% pemakainya mungkin disebabkan adanya gangguan pada saraf selaput mata. Dan di sisi lain alat ini bisa mengenalinya namun dengan pemakai yang salah.

Semakin banyak informasi, atau faktor, yang diminta dari subjek, semakin menjamin bahwa subjek adalah benar-benar entitas yang diklaimnya. Oleh karenanya, otetikasi dua faktor lebih aman dari otentikasi faktor tunggal. Masalah yang timbul adalah bila subjek ingin mengakses beberapa sumber daya pada sistem yang berbeda, subjek tersebut mungkin diminta untuk memberikan informasi identifikasi dan otentikasi pada masing masing sistem yang berbeda. Hal semacam ini dengan cepat menjadi sesuatu yang membosankan. Sistem Single Sign-On (SSO) menghindari login ganda dengan cara mengidentifikasi subjek secara ketat dan memperkenankan informasi otentikasi untuk digunakan dalam sistem atau kelompok sistem yang terpercaya. User lebih menyukai SSO, namun administrator memiliki banyak tugas tambahan yang harus dilakukan. Perlu perhatian ekstra untuk menjamin bukti-bukti otentikasi tidak tidak tersebar dan tidakdisadap ketika melintasi jaringan. Beberapa sistem SSO yang baik kini telah digunakan. Tidak penting untuk memahami setiap sistem SSO secara detail. Konsep-konsep penting dan kesulitan-kesulitannya cukup umum bagi semua produk SSO.

 D. Cara Penggunaan Retinal Scan
        Si pengguna memusatkan mata pada satu titik sampai ada cahaya inframerah yang memaparkan cahayanya ke mata si pengguna dan secara otomatis akan mengverifikasikan identitas si pengguna.
Adapun langkah–langkah spesifiknya:
1. Subjek akan melakukan permintaan akses ke suatu objek kemudian objek akan mengirimkan ID kepada subjek sesuai permintaan si subjek
2. Memanggil AS ( Authentication Service ) untuk melakukan otentikasi terhadap subjek
3. Kemudian subjek mengirim permintaan akses bersama ID lengkapnya ke objek
4. Dan jika ke dua sisi sudah bersesuaian maka akses dikabulkan
Biasanya ini dilakukan 2 – 3 dalam satu minggu karena selain dari tuntutan juga untuk menjaga kestabilan mata. Pemilik retina scan ditugaskan untuk memelihara mata mereka demi melaksanakan kebijakan keamanan sesuai dengan procedure yang telah disepakati oleh pemilik retina scan. Pemilik rerina scan sering kali melupakan bahwa dia harus manjaga selaput matanya jika tidak bisa menimbulkan problem yang fatal.
 
Pemilik data memikul tanggung jawab terbesar terhadap proteksi retinal scan. Pemilik data umumnya adalah anggota manajemen dan berperan sebagai wakil dari organisasi dalam tugas ini. Ia adalah pemilik yang menentukan tingkat klasifikasi retina scan dan mendelegasikan tanggung jawab pemeliharaan sehari-hari kepada pemelihara data.

E. Aplikasi
       Ketika dibahas di media umum Retina Scan diperkenalkan sebagai salah satu teknologi dari Biometri. Teknologi biometri kepemerintah atau keperusahaan sangat terkait untuk kemajuan dan literatur mereka tidak terkecuali dengan Retinal Scan. Dokumentasi dari retina scan sering dihubungkan dalam konteks logis keamanan seperti akses jaringan PC login.
Tetapi bertentangan dengan paham mereka. Retinal scan digunakan hampir dalam aplikasi keamanan, pengendalian untuk mengakses kearea sensitif atau didalam instalasi militer, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Contohnya diIntelegen agen (CIA), kantor penyelidikan pusat (FBI) dan NASA. 

Menurut NASA retina scan mempunyai kemampuan dalam menjaga keamanan mereka, dibandingkan dengan finger scan, retinal scan lebih maksimal karena menurutnya sel saraf mata seseorang tidak akan berubah kecuali katarak dan lebih penting dengan menggunakan retinal scan mereka bias menjaga akses mereka dari orang luar yang tak bertanggung jawab.

Oleh karena itu retinal scan Kontrol akses adalah semua yang mengatur tentang proses pengontrolan akses. Pertama-tama kita akan mendifinisikan beberapa pengertian. Sebuah entitas yng memminta akses ke sebuah sumberdaya disebut sebagai akses dari sipengguna. Sebuah subjek merupakan entitas yang aktif karena dia menginisiasi sebuah permintaan akses. Sebuah seumber daya yang akan diakses oleh subjeks disebut sebagai objek dari akses. Objek dari akses merupakan bagian yang pasif dari akses karena subjek melakukan aksei terhadap objeks tersebut. Jadi tujuan dari kebijakan kontrol akses adalah mengijinkan hanya subjek yang mempunyai otorisasi yang bisa mengakses objeks yang sudah diijinkan untuk diakses. Hal ini mungkin juga ada subjeks yang sudah mempunyai otorisasi tapi tidak melalukan akses terhadap spesifik objeks tertentu.
 
Jika pun melakukan akses yang salah tapi Retinal Scan mampu mengatasinya dengan mengandalkan AS ( Authentic Security ). Tetapi dengan syarat kesalahan yang dilakukan tidak terlalu berat.
Tapi walaupun demikian semua teknologi tidak ada yang sempurna tidak melainkan retina scan sendiri. Informasi yang diberikan retinal scan berdasarkan statistic yang didasarkan pada 5% - 10% tidak mampu untuk memuaskan si pengguna.

F. Kelebihan
- Tingkat kekeliruan dalam mengditeksi tau mengverifikasikan identitas sangat kecil.
- Tingkat kestabilan mata tidak akan berubah sampai seumur hidu melainkan kena penyakit (katarak)
- Dalam mengditeksi suatu identitas sangat cepat
- Tidak ada satupun teknologi yang mampu mengduplikatkan sel saraf (retina) seseorang.
- Dengan kemaksimalannya dapat menjaga dan megamankan akses dari serangan atau gangguan dari teroris atau apapun.
- Beda dengan kartu dan kunci retinal scan tidak dapat dicuri atau dihilangkan.


G. Kekurangan
- Biaya yang sangat sulit dijangkau sekitar $2000 - $2500.
- Mata akan mengalami gangguan dan kerusakan apabila terlalu sering digunakan.
- Bila mata mengalami gangguan alat pengdeteksi bias saja tidak bisa membaca akses si pengguna. Mungkin bias dibaca tapi pembacaannya salah.
- Persepsi si pengguna dalam meggunakannya masih kurang karena disebabkan takut merusak mata dan penglihatan.
- Alat pengditeksi yang digunakan relative sulit ditemukan yang disebabkan alat untuk mendesainnya lumayan mahal.


H.  Kesimpulan
            Retina Scan yaitu salah satu biometri tertua dari beberapa teknologi biometri yang ada. Biometri itu berasal dari kata bio dan metri, Bio yaitu hidup sedangkan Metric yaitu ukuran, jadi Biometric berarti ukuran hidup. Retina scan merupakan salah satu teknologi biometric yang bekerja pada belakang selaput mata (selaput jala). Retina scan ini dioprasikan melalui alat digital yang mampu mengditeksi dengan cepat dan melalui inframerah atau cahaya maka alat tersebut dengan otomatis akan memunculkab identitas ataupun biodata pengguna. Cara kerja retina ini cukup sederhana yaitu ketika pengguna menggunakan alatnya maka inframerah yang berada pada digital pengditeksi langsung secara otomatis mengditeksi sel saraf yang berada pada selaput mata belakang dan biasanya berlangsung 10-15 detik. Cara penggunaan retina scan yaitu si pengguna memusatkan mata pada satu titik sampai data cahaya inframerah yang memaparkan cahayanya ke mata pengguna dengan cara otomatis.

I    I. Flowchart Algoritma






Sabtu, 08 Oktober 2016

Kunci Kroma (Tugas Pengantar Graf. Komp. dan Pengolah Citra)

Kunci kroma


Contoh layar biru sederhana
Kunci kroma (kadangkala disebut pemayang) adalah teknik untuk menggabungkan dua gambar atau bingkai (frame), sebagaimana sebuah warna (atau sejumlah susunan warna) dari satu gambar dihilangkan (atau dibuat tembus pandang), agar gambar lain yang terletak di belakang dapat terlihat. Teknik ini juga dikenal dengan sebutan pemayangan atau penggubahan kunci kroma (color key compositing), layar biru (blue screen) dan layar hijau (green screen).
Teknologi ini biasa digunakan untuk siaran Berita cuaca, dimana presenternya terlihat berdiri di depan Peta yang besar. Padahal syuting sebenarnya dilakukan di Studio dan Presenter berdiri di depan latar belakang besar berwarna hijau (atau biru), kemudian peta cuaca ditambahkan ke gambar yang berwarna hijau tersebut. Jika pada saat syuting, presenter memakai baju berwarna hijau, maka bajunya akan ikut tergantikan dengan video peta besar yang ditampilkan sebagai background. Sistem ini berlaku juga untuk layar biru. Warna hijau dan biru pada layar digunakan dengan alasan warna-warna inilah yang paling tidak menyerupai warna kulit.
Teknologi ini juga digunakan di Industri Hiburan, untuk pembuatan film dan iklan. Contohnya adalah film Avatar (2010) garapan sutradara Hollywood, James Cameron. Di Indonesia, teknik layar hijau digunakan di iklan Mixagrip dan Tango Wafer Highland.

Sejarah
Dahulu teknologi untuk gambar bergerak (motion-pictures) dikenal dengan sebutan travelling matte. Proses ini digunakan hingga diperkenalkan teknologi baru yaitu digital compositing. Metode layar hijau di travelling matte dikembangkan pada tahun 1930 di RKO Radio Pictures, dan studio-studio lain, untuk kepentingan efek khusus (special effect) dalam pembuatan film The Thief of Baghdad (1940). Di RKO, Linwood Dunn menggunakan travelling matte untuk menciptakan wipes, yaitu transisi yang menyerupai pembersih kaca (wiper) di Mobil.
Penghargaan atas pengembangan layar hijau diberikan kepada Larry Butler, yang memenangkan Piala Oscar untuk kategori efek khusus dalam Film The Thief of Baghdad. Dia menciptakan teknik layar hijau dan travelling matte untuk menghasilkan efek visual yang belum pernah ada sebelumnya pada tahun 1940. Dia juga menjadi orang pertama yang menciptakan efek-efek special di Technicolor, yang pada saat itu baru saja dikembangkan.
Pada tahun 1950, pegawai studio Warner Brothers dan mantan peneliti riset Kodak, Arthur Widmer mulai mengerjakan proses travelling matte ultra violet. Dia juga mulai mengerjakan teknik layar hijau. Beberapa film yang pertama kali menggunakan Teknik ini adalah The Old Man and the Sea (1958), yang adaptasi dari novel karya Ernest Hemingway.

Proses

Proses syuting film Spiderwick Chronicles yang menggunakan efek kunci kroma
Proses pembuatan Video atau gambar menggunakan teknik kunci kroma adalah Subjek yang akan diambil gambarnya berdiri di depan latar belakang dengan satu warna, atau sedikit susunan warna. Warna yang biasa digunakan adalah Hijau atau Biru sebab warna-warna tersebut dianggap paling tidak menyerupai warna kulit. Porsi warna hijau atau biru di latar belakang akan digantikan dengan gambar lain. Proses ini dikenal sebagai keyingkeying out, atau sekadar key.
Saat ini warna hijau paling sering digunakan dibandingkan warna lain, sebab Sensor penerima gambar di kamera video digital paling sensitif dengan warna hijau. Hal ini sesuai dengan Bayer Pattern yang mengalokasikan lebih banyak Piksel ke saluran hijau, meniru sensitifitas Mata manusia yang meningkat terhadap cahaya hijau. Oleh karenanya, saluran kamera hijau mengalami lebih sedikit gangguan dan mampu memproduksi key paling jernih. Tambahan lagi, lebih sedikit Cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari warna hijau, dikarenakan sensitifitas warna hijau terhadap sensor gambar lebih tinggi. Warna hijau terang juga lebih difavoritkan sebab latar belakang biru bisa jadi menyerupai warna mata atau pakaian subjek.
Warna biru dulunya digunakan sebelum digital keying digunakan secara luas, sebab biru dibutuhkan untuk proses optikal, akan tetapi membutuhkan lebih banyak penyinaran daripada warna hijau. Meskipun demikian, warna biru memiliki keunggulan yaitu di dalam Spektrim visual, warna biru lebih jauh dari warna Merah, yang merupakan warna utama di kulit manusia. Faktor terpenting dalam key adalah pemisahan antara warna latar depan (subjek) dengan warna latar belakang (layar). Layar biru akan digunakan jika warna utama subjek adalah hijau (misalnya jika subjek berupa tumbuhan), meskipun kamera lebih sensitif terhadap warna hijau.
Dalam warna Televisi Analog, warna direpresentasikan dengan fase dari chroma subcarrier yang relatif dengan Osilator Rujukan. Kunci kroma dihasilkan dengan cara membandingkan fase video dengan fase yang berkoresponden dengan warna yang sebelumnya dipilih. Sebagian porsi video digantikan dengan video lain sebagai latar belakangnya.
Dalam warna Televisi Analog, gambar direpresentasikan dengan 3 nomor (merah, hijau, biru). Kunci kroma dihasilkan dengan perbandingan numerik sederhana antara video dengan warna yang telah dipilih sebelumnya. Jika warna pada suatu tempat di layar sesuai (persis, atau menyerupai), maka video di tempat tersebut akan digantikan dengan video latar belakang lain.

Pakaian
Subjek kunci kroma tidak boleh memakai pakaian dengan warna yang menyerupai warna kunci kroma (warna latar), sebab warna pakaian dapat digantikan dengan video latar belakang, kecuali jika disengaja demikian. Contoh penggunaan yang disengaja adalah ketika aktor memakai penutup badan berwarna hijau atau biru untuk membuatnya tak terlihat di shot akhir. Teknik ini dapat digunakan untuk menghasilkan efek yang serupa dengan efek jubah gaib yang digunakan di film Harry Potter. Si aktor dapat pula direkam berlawanan dengan latar belakang kunci kroma dan dimasukkan ke shot latar belakang dengan efek distorsi dengan tujuan menciptakan jubah yang secara halus dapat dideteksi. Masalah muncul ketika kostum yang digunakan harus berwana biru dan hijau. Misalnya, dalam film Spider-Man tahun 2002, adegan dimana Spider-Man dan Green Goblin bertarung di udara, Spider-man harus direkam di depan layar hijau sebab kostumnya berwarna biru dan merah. Sedangkan Green goblin harus direkam di layar biru, sebab Kostum yang dipakai sepenuhnya berwarna hijau. Jika keduanya direkam di depan layar yang sama, maka salah satu Karakter akan terhapus dari shot.

Latar Belakang

demonstrasi pembuatan efek khusus dengan teknologi kroma key
Warna biru secara umum digunakan untuk peta cuaca dan efek khusus, sebab warna ini berkomplemen dengan warna kulit manusia. Penggunaan warna biru juga berkaitan dengan fakta bahwa lapisan Emulsi film biru memiliki Kristal paling jernih dan karenanya memiliki detail baik dan butiran minimal, dibandingkan dengan emulsi warna merah dan hijau. Meski demikian, dalam dunia Digital, warna hijau menjadi warna Favorit sebab Kamera Digital menyimpan lebih banyak detail di saluran hijau, dan warna hijau juga butuh lebih sedikit cahaya daripada warna biru. Hijau tak hanya memiliki nilai cahaya lebih tinggi dari biru, tetapi juga di dalam format digital awal, saluran hijau dijadikan contoh dua kali lebih sering dibanding saluran biru, membuat hijau lebih familiar digunakan. Pilihan warna sebenarnya tergantung pada seniman efek (effect artist) dan kebutuhan akan shot tertentu. Pada Dekade yang lalu, penggunaan hijau menjadi dominan di efek khusus film. Latar belakang hijau juga lebih disukai daripada biru jika syuting dilakukan di ruang terbuka, sebab langit biru bisa masuk ke dalam frame dan secara tidak sengaja ikut tergantikan di dalam proses kunci kroma.
Meski hijau dan biru adalah warna yang umum dipakai, namun sebenarnya hampir semua warna bisa digunakan. Ada kalanya layar Magenta digunakan, nilai warna magenta atau fuschia key disebut sebagai magic pink.
Seiring dengan perbaikan gambar dan peralatan, banyak perusahaan menghindari kebingungan yang sering dialami para presenter cuaca. Dahulu presenter cuaca harus menonton diri sendiri di Monitor untuk melihat gambar yang ditunjukkan di belakang mereka, kini gambar tipis diproyeksikan ke layar hijau/biru. Hal ini membuat para presenter mampu secara akurat menunjukkan sebuah tempat dan melihat peta tanpa harus memandangi monitor.


Teknik yang lebih baru adalah dengan menggunakan tirai retroreflektif (retroreflective curtain), di latar belakang, bersama dengan lingkaran LED (Light Emitting Diode) yang terang di sekitar Lensa kamera. Dengan cara ini, tidak perlu ada cahaya untuk menyinari latar belakang, selain LED yang hanya butuh sedikit tenaga dan tempat, tidak seperti lampu panggung yang besar. Selain itu LED juga tidak membutuhkan rigging (tempat pemasangan lampu). Kemajuan ini dimungkinkan dengan ditemukannya LED biru yang praktis pada tahun 1990-an. Hal yang sama berlaku untuk LED hijau emerald.

Ada pula bentuk color keying yang menggunakan spektrum cahaya tak kasat mata manusia, disebut Thermo-keyThermo Key menggunakan infra merah sebagai key color-nya, yang mana tidak dapat digantikan dengan gambar latar belakang pasca pengolahan.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kunci_kroma

Rabu, 25 Mei 2016

STRUKTUR PENELITIAN ILMIAH MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI


RANGKUMAN JURNAL
STRUKTUR PENELITIAN ILMIAH
MANAJEMEN LAYANAN SISTEM INFORMASI




Kelompok                   : 3

Anggota Pemakalah    :
1.      Andika Adri Putra                              2KA42                                    11114064
2.      Dwi Anitasari                                      2KA42                                    13114274
3.      Fiqi Hardiyansah                                 2KA42                                    14114241
4.      Galuh Prasetyo                                    2KA42                                    14114451
5.      Mohamad Syamsu Rizal                     2KA42                                    16114820
6.      Nadia Putriansyah                               2KA42                                    17114739
7.      Rizki Eko Priantono                            2KA42                                    19114623

8.      Zulfikar Adi Prasetyo                         2KA42                                    1C114692


BAB V
STRUKTUR PENELITIAN ILMIAH
Penelitian Ilmiah
            Penelitian merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan ini bisa berupa pengetahuan ilmiah, informasi untuk pengambilan keputusan, atau pengetahuan lainnya yang diperboleh untuk tujuan tertentu. Dalam metode ilmiah terdapat dua bentuk dasar penelitian ilmiah yakni penelitian murni dan penelitian terapan. Penelitian murni bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang berupa konsep atau teori ilmiah. Prosedur yang digunakan dalam penelitian murni “epistimologi penemuan teori baru”. Sedangkan, penelitian terapan bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dengan mempergunakan teori ilmiah yang dihadapi dalam kehidupan dengan mempergunakan teori ilmiah yang telah ditemukan sebagai acuan. Terdapat dua buah prosedur dalam penelitian terapan yakni “epistemologi pemecahan masalah” dan “epistemologi penemuan ilmiah”.
Argumentasi untuk Pengembangan Epistemologi Pemecahan Masalah
            Epistemologi untuk memperoleh pengetahuan yang berupa teori atau konsep baru hanya satu yakni epistemologi penemuan teori baru. Epistemologi penemuan ilmiah dimulai dengan pengumpulan pengolahan data dan kesimpulan yang ditarik dari data ini kemudian diberikan justifikasi secara teotritis. Kelebihan epistemologi penemuan ilmiah ini adalah efektif untuk memperoleh penemuan baru. Artinya, temukan dulu sesuatu dalam penelitian dan sesudah itu baru diberikan justifikasi teotritis. Sedangkan kekurangan epistemologi ini tidak membentuk cara berpikir yabf konsepsional, nalar dan antisipatif. Berpikir konsepsional dan nalar dalam epistimologi penemuan ilmiah lebih merupakan tindakan reaktif dan apologetik dalam memberikan justifikasi terhadap kesimpulan induktif yang ditarik dari data. Hal ini akan memberikan presepsi bahwa teori ilmiah bukanlah merupakan sandaran bagi pemecah masalah melainkan sekedar acuan yang memberikan penjelasan mengapa suatu gejala bisa terjadi ditinjau dari perspektif keilmuan     Epistimologi pemecahan masalah adalah prosedur penelitian yang melakukan penalaran deduksi dalam pengajuan hipotesis seperti yang dilakukan dalam epistemologi penemuan teori baru. Artinya, hipotesis dirumuskan berdasarkan argumentasi teoretis yang mengacu pada teori” yang telah ditemukan yang berfungsi sebagai konteks justifikasi. Prosedur ini akan mendorong orang untuk secara proaktif berpikir konsepsional, nalar, dan antisipatif dalam menghadapi permasalahan yang harus dipecahkan. Fungsi ilmu yang berperan dalam mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam yang digunakan secara optimal dalam epistemologi pemecahan masalah.

Bentuk Penelitian dan Metodenya
            Terdapat dua bentuk dasar penelitian yakni penelitian murni dan penelitian terapan. Penelitian murni bertujuan untuk penemuan teori atau konsep keilmuan baru sedangkan penelitian terapan bertujuan untuk memecahkan masalah dengan mengacu kepada teori” ilmiah yang relevan. Bentuk penelitian yang dapat digunakan untuk pengembangan teori baru antara lain adalah metode eksperimen, deduksi, postulasional, induksi empiris dan grounded reserch.
            Metode eksperimen dalam menyusun teori baru yang ditemukannya juga akan mempergunakan deduksi postulasional. Demikian juga penelitian kualitatif yang mengembangkan teori baru berawal dari induksi empiris yang kesimpulannya diperggunakan sebagai premis dalam deduksi untuk menyusun teori substantifnya. Umpamanya, dapat mempergunakan penelitian kualitatif dengan metode induksi empiris atau memperguanakan grounded reserch untuk memodifikasi teori tersebut atau memngembangkan teori yang baru sama sekali. Penggolongan bentuk penelitian ini dapat dilakukan berdasarkan unit analisis yang dipergunakan dalam penelitian. Kategori pertama adalah penelitian yang unit analisisnya adalah idea atau teori yang telah ada (penelitian teoretik). Umpamanya saja dalam literatur kita melihat banyak sekali teori tentang motovasi baik teori motivasi umum maupun teori khusus seperti motivasi kerja atau motivasi belajar.
            Perbedaan utama antara penelitian eksploratoris dan penelitian penguji hipotesis terletak pada karakteristik kesimpulannya. Kesimpulan penemuan eksploratif seperti
“ terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan dan penghasilan” merupakan kesimpulan yang ditemukan secara aksidental dan tidak direncanakan secara matang sejak semula. Penelitian penguji hipotesis dengan tetap mempergunakan metode yang sama yakni survey. Kesimpulan yang ditarik dari penelitian poenguji hipotesis adalah kebenaran yang ditemukan secara terstruktur dan terencana (by design). Kita harus mampu menyususn kerangka argumentasi mana dari kedua pendekatan tadi yang lebih unggul dan kesimpulan ini kita jadikan hipotesis yang akan diuji. Dengan demikian kemampuan berpikir konsepsional, nalar, dan antisipatif dapat dikembangkan. Untuk kegiatan akademik disarankan untuk memlih acction research dengan konsep atau teori yang sudah jelas.
            Konsep Management Information System (MIS) sebagai sarana untuk pengambilan keputusan. Cara menilai efektivitas penerapan dalam action research adalah dengan jalan membandingkan kondisi pengambilan keputusan sebelum MIS diterapkan dengan sesudah MIS diterapkan. Acrion Researcch merupakan penelitian yang dampaknya terlihat dengan nyata sebab penelitian ini merupakan invasi konseptual terhadap sebuah sistem kelembagaan yang memungkinkan terjadinya perubahan secara permanen.
Variasi lain dari eksperimen adalah penelitian expost facto. Penelitian expost facto ini dilakukan setelah suatu kejadian besar. Contohnya terjadi umpamanya sesudah banjir melanda sebuah kota. Kejadian banjir ini secara konseptual. Peneliti hanya memusatkan perhatian kepada dampak banjir terhadap kehidupan manusia umpamanya terhadap maraknya penyakit yang timbul sesudah banjir atau pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa. Dengan mengacu kepada ilmu psikologi kita akan mampu menduga bahwa berbagai gangguan jiwa mungkin timbul sesudah banjir melanda.
            Bentuk lain dari penelitian adalah meta-analisis yang unit analisisnya adalah data sekonder. Data sekonder adalah data yang diambil dari publikasi orang lain. Jadi meta-analisis ini termasuk ke dalam penelitian kepustakaan dengan mmpergunakan metode penelitian meta-analisis. Penelitian ini mencoba menganalisis kembali bermacam-macam hasil penelitian didekati dari sudut pendekatan tertentu dan mencoba menemukan pola baru.
            Pembahasan mengenai ragam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara garis besar yang memungkinkan peneliti untuk memilih bentuk penelitian yang disukai, dan mempelajarinya lebih dalam dari sumber yang lebih kompeten. Penelitian teoritik di tangan peneliti yang kreatif akan membuka cakrawala pengetahuan baru. Sedangkan di tangan peneliti biasa hanya akan menghasilkan kompilasi yang tak ada harganya. Mutu sebuah penelitian tergantung dari kesungguhan peneliti untuk menerapkannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya mahasiswa harus mengenal semua bentuk penelitian ini. Demikian juga dengan mahasiswa harus mengukur kemampuan dan minatnya sebelum memilih bentuk penelitian tertentu.
            Ditinjau dari disiplin keilmuan yang menjadi keahliannya kecenderungan semacam ini tentu saja dapat dipertanggungjawabkan. Para mahasiswa yang merencanakan untuk melakukan penelitian akademiknya sebaiknya melihat-lihat dulu (window shopping) mengenai bentuk penelitian yang ada kemudian digabungkan dengan minat dan pengetahuan teoritis yang dikuasainya. Seperti diketahui masalah yang diteliti mempunyai kaitan dengan bentuk penelitian yang dipergunakan. Kebiasaan untuk memilih bentuk penelitian yang itu-itu juga sebaiknya mulai ditinggalkan sebab sesuatu yang kita pilih secara sadar akan jauh memberikan kepuasan secara psikis.
Struktur dan Proses Penelitian Ilmiah
            Struktur penelitian yang akan dibahas diperuntukkan bagi peneliti tipe kedua yakni ilmuwan yang berbekal pengetahuan ilmiah dan epistemologi ilmu mencoba memecahkan masalah yang dihadapi secara konsepsional dan teruji. Teori keilmuan berfungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol gejala alam. Teori keilmuan ini dipergunakan secara optimal dan sekaligus untuk memprediksikan dan mengontrol. Setiap kali dia menemukan masalah, dia kaitkan dahulu dengan pengetahuan teoritis yang dikuasai. Pengetahuan teoritis itu dipakainya sebagai dasar untuk mencari “kemungkinan jawaban” atau “jawaban sementara” terhadap permasalahan yang dihadapi. Dan “jawaban” ini tidak didapatkan secara begitu saja namun disimpulkan setelah membangun argumentasi yang berupa kerangka berpikir berdasarkan teori yang relevan. Argumentasi ini memberikan “hipotesis” yang dapat memecahkan persoalan yang dihadapi. Pengumpulan data adalah upaya untuk menguji hipotesis ini apakah didukung atau ditolak secara empirik.
            Epistemologi yang akan digunakan adalah epistemologi pemecahan masalah dengan konteks justifikasi didahulukan yang diikuti konteks penemuan. Seperti diketahui, terdapat epistemologi lain yaitu epistemologi penemuan ilmiah yang mendahulukan konteks penemuan yang diikuti konteks justifikasi. Dalam epistemologi pemecahan masalah teori dipergunakan sebagai justifikasi bagi perumusan hipotesis sedangkan dalam epistemologi penemuan ilmiah teori dipergunakan sebagai justifikasi bagi kesimpulan yang ditarik dari data empirik. Kelebihan dari epistemologi pemecahan masalah adalah membentuk kemampuan dalam berpikir secara konsepsional, nalar, dan antisipatif.
            Kajian pustaka tidak sama dengan konteks justifikasi sebab kajian pustaka hanyalah sumber referensi teoritis dan bukan justifikasi. Konteks justifikasi adalah argumentasi yang dibangun dengan mempergunakan premis yang diambil dari kajian pustaka yang berfungsi untuk menjelaskan temuan penelitian.
            Dalam epistemologi penemuan ilmiah di mana justifikasi dilakukan setelah pengumpulan dan pengolahan data kadang terdapat kecenderungan untuk membenarkan apa saja kesimpulan yang ditarik dari data sebab kita tidak mempunyai pembanding yang lain dan hal ini terjadi pada calon ilmuwan yang sedang belajar meneliti. Teori kadang terkesan dicari-cari untuk membenarkan kesimpulan penarikan data sebab kita mempunyai hipotesis yang telah diyakini kebenarannya. Sebaliknya, jika hipotesis itu ditolak oleh data maka kita tidak begitu saja akan membenarkan dan akan berfikir kembali dengan melakukan evaluasi kritis terhadap pelaksanaan penelitian. Jika metode penelitian sudah dilakukan dengan benar maka kita memikirkan kembali konteks justifikasi jika terjadi kelemahan dalam argumentasi yang kita berikan. Setelah evaluasi kritis dilakukan dan tidak menemukan kekeliruan dalam metodologi penelitian kita bisa menerima hipotesis yang ditolak sebagai kesimpulan penelitian dan memberinya justifikasi baru. Sekiranya ditemukan kekeliruan, maka akan diakui sebagai kemungkinan penyebab kegagalan menguji hipotesis yang diajukan. Oleh sebab itu maka kita akan menunda (pending) kesimpulan penelitian yang bersifat final dan menarik kesimpulan sementara bahwa kita belum berhasil menguji hipotesis.
            Adanya jaminan dari perguruan tinggi dalam bentuk peraturan tertulis yang harus dipatuhi bahwa kekeliruan dalam metodologi penelitian adalah hal biasa . Bahkan ketelitian dan keberanian untuk mengakui kekeliruan dalam melakukan penelitian menunjukkan kematangan sebagai peneliti.
            Kegiatan penelitian merupakan operasionalisasi dari metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan gabungan dari berpikir deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis. Bagan struktur penelitian ilmiah akan memandu pikiran kita dalam melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Kegiatan penelitian yang menekankan pada penalaran dan proses belajar akan tampak pada bentu perumusan masalah dan bentuk metode analisis data. Kegiatan penelitian banyak mempergunakan teknik analisis multivariat (multivariate analysis) dan analisis variansi (analysis of variance).
            Teknik analysis multivariat sangat berguna dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Pendekatan yang digunakan menggunakan stepwise regression method yaitu satu variabel demi satu variabel dirumuskan dan diuji kebenarannya. Jadi bukan pendekatan yang langsung mengagregasikan semua variabel dalam analisis multivariat yang langsung mengeluarkan persamaan regresi jamak (multiple regression).
Pengajuan Masalah
            Realitas yang kita amati yang menjadi objek perhatian biasanya merupakan suatu situasi yang kompleks yang terjalin dari berbagai fakta. Realitas yang menjadi objek perhatian dinamakan latar belakang masalah. Latar belakang masalah merupakan gambaran besar (big picture). Berbagai fakta yang bersifat kuantitatif dan kualitatif membentuk lanskap latar belakang permasalahan. Dalam tahap ini perhatian bersifat menyeluruh.
            Alasan pemilihan yang kita tetapkan sebagai identifikasi masalah bisa bersifat objektif seperti urgensi masalah untuk segera dipecahkan atau karena masalah itu merupakan wilayah bidang keahlian namun bisa bersifat subjektif. Alasan subjektif perlu, namun hanya untuk diri sendiri, sebab alasan merupakan landasan motivasi dan komitmen yang mendorong kegiatan selanjutnya.
            Dalam memilih masalah penelitian kita harus menanyakan dua hal kepada diri sendiri : apakah landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dipilih dikuasai dengan baik atau tidak dan apakah kita menaruh minat terhadap permasalahan yang dipilih.
            Setelah mengidentifikasi masalah, mulai untuk memikirkan masalah dari berbagai sudut. Pemikiran ini ditelusuri dari dua arah pertama sebagai anteseden dan kedua sebagai preseden. Anteseden berarti kita menyusur ke belakang dalam menentukan faktor-faktor penyebab. Sedangkan preseden berarti kita berpikir ke depan memikirkan dampak yang mungkin timbul. Dalam konteks ini kita harus melakukan 2 hal, pertama memilih mana dari kedua pendekatan yang akan kita tetapkan sebagai pendekatan madalah dan kedua kita harus membatasi faktor-faktor yang berkaitan dengan hal itu.
            Pembatasan masalah merupakan keharusan dalam penelitian akademik sebab dalam hal ini berlaku kriteria bukan kuantitas jawaban yang dipentingkan melainkan kualitas jawabannya. Untuk melakukan penelitian akademik maka persyaratan yang dituntut akan berbeda. Semua penelitian ilmiah pada hakikatnya adalah harus berpegang pada prosedur keilmuan.
            Dalam penelitian akademik, semua pernyataan yang terkandung dalam laporan penelitian harus dapat dipertanggung jawabkan secara teoritik maupun secara faktual. Makin sedikit yang kita pertanggungjawabkan maka makin baik sebab makin mudah kita pertanggungjawabkan.
A. Contoh Masalah
Banjir,. Meskipun sebenarnya kejadian bencana itu merupakan sesuatu yang masih mungkin dihindari dengan bantuan kekuatan dan kekuasaan Tuhan yang tertanam dalam pikiran manusia sendiri.
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara rawan bencana setelah India dan China. Jika banjir di India dan China disebabkan oleh luapan sungai dan laut, di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh luapan sungai. Meski demikian diprediksikan banjir dari meluapnya air laut dipastikan akan melanda Indonesia di masa mendatang seiring adanya perubahan iklim global. Sering munculnya bencana banjir di Indonesia antara lain disebabkan faktor kondisi curah hujan yang tinggi, sebagian tanah tidak lagi mampu menyerap air dengan baik, dan perubahan penggunaan tanah (Marfai, Bencana Banjir Rob, (Jakarta : Graha Ilmu,2013), h.5).
Di seluruh Indonesia, tercatat ada 5.590 sungai induk, yang 600 diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Banjir yang melanda daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai, penyempitan alur sungai yang disebabkan penumpukan sampah di aliran sungai (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2009).
B. Masalah
Adakah hubungan perilaku membuang sampah sembarangan dengan terjadinya banjir di Kota Jakarta?
C. Kerangka Teori
1.Banjir
a. Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air yang disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
b. Faktor Penyebab Banjir
– Debit air di hulu yang ekstrem
Tinggi muka air di bendungan Katulampa, Jawa Barat sudah mencapai 180 cm. Tentunya kondisi ini mendorong air kiriman ke ibukota meningkat hingga volume 300.000 meter kubik per detik. Sedangkan daya tampug sungai utama dan saluran penghubung tidak sebanding dengan besarnya air kiriman tersebut.
– Penurunan kapasitas sungai dan saluran penghubung
Kali Ciliwung sebagai salah satu saluran utama yang seharusnya mempunyai lebar 50 meter saat ini hanya tinggal sekitar 20 meter. Sungai Pasanggrahan, jika airnya meluap, juga akan merendam wilayah disekitarnya. Selain itu 70 persen dari fungsi drainase dan saluran penghubung juga mengalami kerusakan.
– Rob atau laut pasang
Kondisi dimana air laut naik ke permukaan akan menahan air yang datang dari hulu, sehingga arus air yang semestinya lancar justru tertahan rob dan menjadikan Jakarta terendam banjir. Beberapa daerah yang rentan terendam rob dan banjir adalah Muara Angke, Cilincing dan Marunda.
– Penurunan tanah
Penyedotan air tanah membuat penurunannya menjadi lambat. Kondisi ini memicu terjadinya pendangkalan sungai sehingga endapan kasar di tengahnya akan berpengaruh pada kinerja drainase yang kecil.
– Rusaknya lingkungan dan tata kota
Perubahan fungsi ruang dimana lahan yang seharusnya menjadi daerah resapan justru dibangun untuk kawasan komersil menjadi penyebab utama banjir. Kesalahan tata ruang, lingkungan dan bangunan serta kurangnya ruang terbuka hijau (RTH ) membuat kawasan penyerapan air di Jakarta semakin berkurang.
Dengan berbagai faktor penyebab banjir di Jakarta dan kota besar tersebut, pemerintah dapat mengambil tindakan dari solusi terbaik berdasarkan hasil musyawarah mufakat yang berwenang.
– Sampah
Budaya masyarakat atau pengusaha yang kurang peduli atau tidak cinta lingkungan, bisa dibuktikan dengan rusaknya beberapa air sungai di jakarta, saluran yang sebelumnya terisi air hijau menyegarkan telah berubah menjadi air hitam pekat penuh sampah dan bau. Sehingga air tidak dapat mengalir dengan lancar akibat terhalang oleh berbagai tumpukan sampah.
c. Dampak Banjir
Dampak bencana banjir dibagi menjadi 2 yaitu :
– Primer
Kerusakan fisik = Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah, jalan raya, dan kanal.
– Sekunder
Persediaan air – Kontaminasi air = Air minum bersih mulai langka.
Penyakit – Kondisi tidak higienis = Penyebaran penyakit bawaan air.
Pertanian dan persediaan makanan = Kelangkaan hasil tani disebabkan oleh kegagalan panen. Namun, dataran rendah dekat sungai bergantung kepada endapan sungai akibat banjir demi menambah mineral tanah setempat.
Pepohonan = Spesies yang tidak sanggup akan mati karena tidak bisa bernapas.
Transportasi = Jalur transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-orang yang membutuhkan.
– Tersier/Jangka Panjang
Ekonomi = Kesulitan ekonomi karena kerusakan pemukiman yang terjadi akibat banjir, dalam sector pariwisata yaitu menurunnya minat wisatawan, biaya pembangunan kembali mahal, kelangkaan makanan yang mendorong kenaikan harga, dan lain-lain.
d. Pencegahan Banjir
Banjir dapat diminimalisirkan dengan cara melakukan pencegahan. Pencegahan bencana banjir dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Membuat lubang resapan biopori di dalam tanah
2. Mengelola Sampah dengan benar
3. Menanam banyak pepohonan untuk media penyerapan air
4. Membuat sumur resapan
5. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pencegahan bencana banjir dengan tidak membuat bangunan di daerah pinggiran sungai
6. Pembangunan banjir kanal
7. Pembuatan saluran air dan tanggul yang memenuhi syarat
Jadi, banjir adalah suatu peristiwa terbenamnya daratan oleh air yang disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitar sebagai akibat curah hujan yang tinggi dan mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.
2. Sampah
a. Pengertian Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses atau bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.
b. Jenis-Jenis Pencemaran Sampah
Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan sampah dalam bentuk gas (fume dan smoke). Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
– Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan plastik
– Sampah organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
– Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu
– Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas
3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
– Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging
– Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng dan kaca

c. Sumber Pencemaran Sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut :
1. Pemukiman penduduk
Berupa sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun.
2. Tempat umum dan tempat perdagangan
Berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus dan terkadang sampah berbahaya.
3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah (Tempat hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan, kompleks militer, gedung pertemuan, pantai empat berlibur, dan sarana pemerintah lain)
Berupa sampah khusus dan sampah kering.
4. Industri berat dan ringan
Berupa sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.
5. Pertanian (Tanaman dan Binatang)
6. Berupa sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman.
d. Pengendalian Pencemaran Sampah
Pengendalian pencemaran sampah dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat terutama di aliran
2. Melakukan pengelolaan sampah dengan metode pembuangan dan penimbunan, daur-ulang secara fisik maupun biologis, pemulihan energi serta penghindaran dan pengurangan zat sampah bentuk
3. Adanya peranan pemerintah dalam menangani sampah baik di daerah maupun kota
D. Kerangka Berfikir
Seharusnya dalam menangani masalah ini, dibutuhkan kesadaran akan semua pihak terutama masyarakat sekitar. Supaya aktivitas negatif ini tidak terus dilakukan, seperti perlu diadakan kegiatan mencintai sungai, reboisasi,dan sebagainya. Badan-badan tertentu juga harus bertanggung jawab menentukan sungai sentiasa bersih dan tidak dijadikan tempat pembuangan sampah. Kejadian banjir merupakan malapetaka yang menimbulkan banyak kerugian tidak dapat dielakkan terutamanya apabila hujan lebat sudah mulai turun seperti saat ini. Masyarakat harus selalu berusaha untuk mengurangi terjadinya bencana banjir, serta sentiasa berwaspada dengan kejadian bencana banjir yang akan melanda.
Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis
> Deskripsi teoretis
> Kerangka berpikir
> Pengajuan hipotesis
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan kumpulan metode yang dipergunakan dalam proses pengumpulan dan pengotahan data. Metode-metode yang dipergunakan ¡ni tergantung dan apa yang ingin dicapai oleh tujuan penelitian. Tujuan penelitian harus mencakup variabel-variabel yang ditelaah dalam penelitian sertabentuk hubungan antarvariabel yang ¡ngin diteliti. Membedakan berarti kitamembandingkan di antara beberapa variabel atau perlakuan mana yang lebiti superior atau lebih efektif . Berdasarkan tujuan penelitian ini kita menentukan metode penelitian ini kita menentukan metode penelitian. Sebagaimana tampak dalam bagan terdahutu terdapat banyak sekali metode penelitian yang dipergunakan sesuai dengan tujuan penelitian kita. Metode eksperimen adalah metode yang sering dipakai untuk tujuan membedakan sedangkan survei sering dipakai untuk menentukan hubungan antarvariabel yang jumlahnya terbatas dalam suatu wilayah tertentu. Tujuan peneliti turun ke lapangan adalah untuk mengumpulkan data. Dalam hal ini maka kita harus melakukan dua hal, pertama, menyusun instrumen penelitian untuk mengukur variabel tersebut dan, kedua, menentukan cara untuk memilih manusia yang akan dijadikan responden atau manusia yang akan diukur oleh instrumen tersebut. Penyusun instrumen itu sendiri termasuk dalam metode penyusunan instrumen sedangkan pemilihan responden termasuk dalam metode pengambilan contoh. Cara-cara penyusunan instrumen dapat dipelajari secara lengkap dalam buku metodologi penelitian atau buku yang secara khusus membahas mengenai ha! itu. Konsep yang digunakan dalam kajian teoretis dinamakan definisi konseptual sedangkan konsep yang dipergunakan dalam penyusunan instrumen adalah definisi operasional. Konsep yang dipergunakan sebagai definisi konseptual dinamakan konstruk. instrumen merupakan salah satu kemampuan yang harus dipunyai peneliti sosial. Hal ini memberi keleluasaan pada kita untuk mengukur apa saja asalkan konsepnya jelas. Secara sosiologis kita bahkan dapat mengukur tingkat keimanan dan religiositas seseorang atau kelompok. Selanjutnya variabel ini dapat kita hubungkan umpamanya dengan tingkat kemuliaan ahlak. Dengan demikian sebenarnya keluhan bahwa masalah yang diteliti dalam penetitian ilmu sosial adalah sangat terbatas adalah tidak beralasan. Data yang dikumpulkan melalui instrumen yang tidak lolos pengujian dianggap tidak sah dan penelitian harus diulang setelahperbaikan instrumen. Metode selanjutnya adalah metode pengambilan contoh. Pada prinsipnya semua pengambilan contoh untuk generalisasi memakai teknik statistik harus mempergunakan teknik acak (random). Secara garis besar metode metode yang harus dicantumkan dalam metodologi penelitian adalah sebagai berikut:
> Tujuan penelitian
> Tempat/waktu penelitian
> Metode penelitian
> Metode penyusunan instrumen
> Metode pengambilan contoh
> Metode analisis data
Hasil Penelitian
Hasil peneiltian kita pada dasamya adaiah data yang telah berhasil kita kumpulkan dan kita olah. Terdapat empat jenis kelompok data yakni data mentah yang terkandung dalam kuesioner, data mentah yang telah diolah dalam bentuk tabel, data mentah yang telah diolah secara deskniptif dan data yang merupakan kesimpulan pengujian hipotesis. Data yang dilaporkan pada hakikatnya adalah kecenderungan sentral seperti rerata, standar deviasi, median, modus dan sebagainya. Sekiranya kita mempergunakan instrumen yang dibikin sendiri, menladi lain kalau kita menaruh rerata empirik dalam grafik skor teoretik, dan kemudian kita bandingkan dengan median teoretik. Setiap data kalau dijelaskan dan ditafsirkan akan merupakan informasi yang berguna, dan sebaliknya, data yang dilampirkan secara begitu saja hanya akan merupakan hiasan belaka. Setelah semua variabel data deskriptif dilaporkan dan ditafsirkan maka kita memasuki sub-bab pengujian persyaratan analisis. Pengujian persyaratan analisis ini dilakukan sebagai prasyarat untuk mempergunakan teknik analisis statistika tertentu.
> Deskripsi data
> Pengujian persyaratan analisis
> Pengujian hipotesis
> Keterbatasan penelitian
Kesimpulan, Implikasi dan Saran
Bab ini biasanya dibuka dengan menyatakan tujuan penelitian, yang dinyatakan secara garis besar, sebagai titik awal untuk mengemukakan kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian yang bersifat substantial dan numerik telah disampaikan dalam Kadang ditemukan tujuan penelitian yang dirumuskan secara terinci, sama dengan perumusan masalah yang akan dijadikan dasar bagi penyusunan hipotesis. Hal ini tidak perlu dan mengganggu kelancaran penulisan. Bab Ini lebih merupakan sintesis dan apa yang telah dilaporkan dalam hasil penelitian yang akan merupakan landasan bagi pengem bangan implikasi dan saran penelitian. Peneliti seakan merasa puas telah berhasil menguji hipotesis yang diajukan padahal tujuau penelitian terapan bukanlah menguji hipotesis melainkan menjadikan hipotesis yang teruji sebagai dasar bagi pemecahan masalah.
Teknik Penulisan Ilmiah
Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yakni gaya  penulisan dalam membuat pernyatan ilmiah serta teknik notasi di pergunakan dalam penulisan.
Komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan tepat yang menggunakan proses penyampaian pesan yang bersifat reproduktif dan impersonal. Bahasa yang di pergunakan harus jelas di mana pesan mengenai objek yang ingin di komunikasikan mengandung informasi yang di sampaikan sedemikian rupa sehingga si penerima betul-betul mengerti aka nisi pesan yang di sampaikan kepadanya.kejelasan menulis adalah masalah psikologis
Penulisan ilmiah harus menggunakan bahasa yang baik dan benar.sebeuah kalimat yang tidak bisa didefinisikan mana yang merupakan subyek dan mana yang merupakan predikat serta hubungan apa yang terkait subyek dan predikat kemungkinan besar merupakan informasi yang tidak jelas.
Tata bahasa yang tidak cermat merupakan pencerminan dari logika berpikir yang tidak cermat pula.oleh sebab itu maka langkah pertama dalam menulis karangan ilmiah yang baik dalam mempergunakan karangan tata Bahasa yang benar.Kadang-Kadang bahkan terminilogi yang kelihatan nya seakan-akan sudah jelas dang gamblang juga membutuhkan penjelasan seperti ‘’manajemen”,”efektivitas “dan “ efisiensi” . Penjelasan ini diperlukan sebab terdapat pengertian yang banyak sekali mengenai apa yang di maksud orang dengan kata-kata itu. Kata manajemen umpamanya bisa di tafsirkan macam-macam dari manajemen dalam pengertian yang luas sampai manajemen dalam pengertian yang sempit
Penjelasan mengenai ini di berikan pada pembahasan mengenai masalah maka komunkasi kita akan mengalami dua kerugian. Pertama, dengan terlalu banyak nya materi pembahasan maka informasi yang berlebihan ini akan menimbulkan polusi yang untuk selanjutnya,akan menyebabkan prespektif masalah yang di bahas itu sendiri menjadi tidak jelas.
Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, artinya bahwa si penerima pesan mendapatkan kopi yang benar-benar sama dengan prototype yang di sampaikan si pemberi pesan, seperti fotokopi atau sebuah afdruk foto. Dalam komunikasi ilmiah tidak boleh ada penafsiran yang selain isi yang di kandung oleh pesan tersebut,
Komunikasi ilmiah harus bersifat impresional, dimana berbeda dengan tokoh dalam sebuah novel yang bisa berupa “aku”, “dia”, atau “doctor faust”, merupakan figur yang muncul secara dominan dalam seluruh cerita, maka figur seperti itu harus hilang dalam pernyataan ilmiah.
Pembahasan secara ilmiah mengharuskan kita berpaling kepada pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam argumentasi kita. Pengetahuan ilmiah tersebut kita pergunakan untuk bermacam-macam tujuan sesuai dengan bentuk argumentasi yang di ajukan.
Pernyataan ilmiah yang kita pergunakan dalam tulisan harus mencakup beberapa hal. Pertama harus dapat indentifisikan orang yang membuat peryataan tersebut.
Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah kita di sebut teknik notasi ilmiah. Terdapat bermacam-macam teknik notasi ilmiah yang pada dasar nya mencermikan hakikat dan unsur yang sama meskipun di nyatakan dalam format dan symbol- symbol yang berbeda.
Laporan penelitian biasanya mempunyai ringkasan yang di tulis dalam bahasa inggris. Dalam hal ini kita sebalik nya memperhatikan dua hal yakni, pertama, bahasa tersebut mempunyai tata bahasa khusus untuk komunikasi ilmiah yang di sebut sebagai scientific grammar  Teknik penulisan ilmiah yang di sajikan dalam buku ini menggunakan hal-hal yang baik dalam gramatika tersebut.
Teknik Notasi Ilmiah
Tanda catatan kaki dilelakkan di ujung kalimat yang kita kutip dengan mempergunakan angka Arab yang naik diketik setengah spasi atau bisa juga menggunakan lambang tertentu dengan catatan bahwa lambang yang sama dapat diulangi dalam halaman yang berbeda, namun lambang yang berbeda harus dipergunakan untuk tiap catatan kaki di halaman yang sama. Catatan kaki dengan menggunakan angka diberi nomor mulai dari angka 1 sampai habis catatan kaki dalam satu bab.
Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan1   sedangkan Ritcher melihat ilmu sebagai metode2   dan Conant mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan percobaan.

Sekiranya kalimat itu disusun menjadi 3 buah kalimat yang masing-masing mengandung satu kutipan maka tanda catatan kaki ditulis sesudah tanda baca penutup.  contoh:

Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan. 1   sedangkan Ritcher melihat ilmu sebagai metode. 2   dan Conant mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan percobaan.  3

            kalimat yang dikutip tersebut harus dituliskan sumbernya secara tersurat dalam catatan kaki.
Kutipan yang diambil dari halaman tertentu harus disebutkan halamannya dengan singkatan hlm.,
Umpamanya, hlm. 5.  Jika kutipan itu disarikan dari beberapa halaman maka dtuliskan halaman-halaman yang dimaksud,umpanya, hlm. 1-5. Contoh:

1 Harold A. Larrabee, Reliable Knowledge (Boston: Houghton Mifflin, 1964).

2 Maurice N. Richter, Science as a Cultural Process (Cambridge: Schenkman, 1972), hlm .5

3 James B.Conant, Science and Common Sense (New Haven: Yale University Press, 1961), hlm. 1-5.

            Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dan dimulai setelah beberapa ketukan ketik dari pinggir, asalkan dilakukan secara konsisten. Nama pengarang yang jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang lebih dari tiga orang hanya dituliskan nama pengarang pertama ditambah kata et a artinya dan lain-lain.

4 William S. Sahakian dan Mabel L. Sahakian, Realms of Philosophy (Cambridge: Schenkman, 1965), hlm. 6.

5 Ralph M. Blake, Curt J. Ducasse and Edward H. Madden, Theories of Scientific Method (Seattle: Washington University Press, 1966), hlm. 7.

6Sukarno et al, Dasar-dasar Pendidikan Science (Jakarta: Bhratara, 1973), hlm. 8.

Jika nama pengarangnya tidak ada maka langsung saja nama bukunya dituliskan atau dituliskan anonymous di depan nama buku tersebut. Sebuah buku yang diterjamahkan harus ditulis baik pengarang maupun penterjemah buku, sedangkan sebuah kumpulan karangan cukup disebutkan nama editornya. Contoh :

7 Rencana Strategi Pendidikan dan kebudayaan (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976).

8 E.F. Schumaker,  Keluar dari Kemelut, terjemahan Mochtar Probotinggi (Jakarta: LP3ES, 1981).

9 James R. Newman (ed.), What  is science (New York: Simon and Schuster, 1955).

           
            Sebuah makalah  yang dipublikasikan dalam majalah, koran, kumpulan karangan atau dituliskan dalam forum ilmiah dituliskan dalam tanda kutip disertai informasi mengenai makalah tersebut:

10  Karlina, “Sebuah Tanggapan: Hipotesis dan Setengah Ilmuwan   kompas , 12 Desember 1981, hlm. 9.

11  Like Wilardjo, “Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan,” Pustaka, thun III nomor 3, April 1979, hlm. 9.

12 M. Sastrapratedja, “Perkembangan Ilmu dan Teknologi dalam Kaitannya dengan Agama dan Kebudayaan,” makalah disampaikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III, Jakarta, 15-19 September 1981.

13 B. Suprapto, “Aturan Permainan dalam ilmu-ilmu Alam,” Ilmu dalam Perspektif, ed. Jujun S. Suriasunmantri (Jakarta: Gramedia,1978), hlm. 129-133.

Dengan memakai notasi op.cit.(opere citato, artinya, dalam karya yang telah dikutip) dan loc. cit. (loco citato, artinya, dalam tempat yang telah dikutip) dan ibid. (ibidem,artinya, dalam tempat yang sama). Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan mengulang nama pengarang namun tidak ditulis lengkap melainkan cukup nama familinya saja. Jika pengulangan dilakukan dengan tidak diselang oleh pengarang lain maka digunakan notasi ibid. seperti tampak dalam contoh berikut:

14  ibid., hlm. 131.

            artinya, kita mengulangi kutipan karangan B. Susprapto seperti tercantum dalam catatan kaki nomor 13 meskipun dengan nomor halaman yang berbeda. Sekiranya kita mengulang karangan M. Sastrapratedja dalam catatan kaki nomor 12 yang terhalang oleh karangan B. Susprapto maka kita tidak lagi menggunakan ibid. melainkan loc. cit. seperti contoh dibawah ini:

15 Sastrapratedja, loc. cit.

            Ulangan halaman yang berbeda dan telah diselang oleh pengarang lain ditulis dengan mempergunakan op. cit. sebagai berikut:

16 Wilardjo, op. cit, hlm. 12.

            Sekiranya dalam kutipan yang dipergunakan terdapat seorang pengarang yang menulis beberapa karangan maka penggunaan loc. cit. atau op. cit. akan membingungkan. Oleh sebab itu sebagai penggantinya dituliskan nama karangannya. Bila judul panjang dapat dilakukan penyingkatan selama hal tu mampu mewakili judul karangan yang dimaksud. Umpanya:

17 Sastrapratedja, “Perkembangan Ilmu dan Teknologi,” hlm. 8.

            Kadang-kadang kita ingin mengutip sebuah pernyataan yang telah dikutip dalam karangan orang lain. Untuk itu maka kedua sumber itu dituliskan sebagai berikut:

18 Robert K. Merton, “The Ambivalence of Science,” hlm. 77-79, dikutip langsung (atau tidak langsung) oleh Maurice N. Richter, Science as a Cultural Process (Cambridge: Schenkman, 1972), hlm. 114.

            Semua kutipan tersebut di atas, baik yang dikutip langsung maupun tidak langsung, sumbernya kemudian disertakan dalam daftar pustaka. Hal ini kita kecualikan untuk kutipan yang didapatkan dari sumber kedua sebagaimana tampak dalam catatan kaki nomor 18. Dalam catartan kaki nama pengarang dituliskan lengkap dengan tidak mengalami perubahan apa-apa, umpamanya, Harold A. Larrabee. Sedangkan dalam daftar pustaka nama pengarang disusun berdasarkan urutan abjad nama huruf awal nama familinya, yakni, larrabee, Harold A.. Tujuan utama catatan kaki adalah mengindentifikasi lokasi yang spesifik dari karya yang dikutip. Di pihak lain, tujuan utama dari daftar pustaka adalah mengindentifikasi karya ilmiha  itu sendiri. Untuk itu maka dalam daftar pustaka tanda kurung yang membatasi penerbit dan domisili penerbit dihilangkan dan juga demikian lokasi halaman. Dengan demikian maka catatan kaki (CT) nomor 1, 4, 5, 6,  9, 11, dan 13 bila dimasukkan ke dalam daftar pustaka (DP) mengalami perubahan sebagai berikut:

(10)   CT : Harold A. Larrabee, Reliable Knowledge (Boston: Houghton Mifflin, 1964). hlm. 1.
         
          DP : Larrabee, Harold. A  Reliable Knowledge.  Boston: Houghton Mifflin, 1964.


(4)    CT :  William S. Sahakian and Mabel L.   Sahakian, Realms of Philosophy. (Cambridge :                   Schenkman, 1965), hlm. 6.

         DP : Sahakian, William S. Sahakian and Mabel L.   Sahakian.  Realms of Philosophy. Cambridge : Schenkman, 1965.


(5)    CT : Ralph M. Blake, Curt J. Ducasse and Edward H. Madden, Theories of Scientific Method (Seattle: Washington University Press, 1966), hlm. 7.

         DP : Blake, Ralph M., Curt J. Ducasse and Edward H. Madden. Theories of Scientific Method. Seattle: Washington University Press, 1966.


(6)    CT : Sukarno et al. , Dasar- Dasar Pendidikan Science  (Jakarta: Bharata, 1973), hlm. 8.

         DP : Sukarno et al.  Dasar- Dasar Pendidikan Science. Jakarta: Bharata, 1973.


(9)    CT : James R. Newman (ed.), What  is Science?  (New York: Simon and Schuster, 1955), hlm. 35.

         DP : Newman, James R. (ed.), What  is Science? New York: Simon and Schuster, 1955.


(11)   CT : Like   Wilardjo,    “Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan, ”    Pustaka, Th. III No. 3, April 1979, hlm. 10.

          DP : Wilardjo,  Like.     “Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan.”      Pustaka, Th. III No. 3, April 1979, hlm. 10-15.

Untuk contoh nomor (11) kita mengutip karangan Liek Wilardjo dalam halaman 10 yang sumbernya berada dalam majalah pustaka dari halaman 10 sampai dengan 15. Hal ini juga sama dengan kutipan seorang pengarang yang berada dalam kumpulan karangan, umpanya, contoh Catatan kaki nomor 13.

(13)   CT : B. Suprapto,   “ Aturan Permainan dalam Ilmu-ilmu Alam,” Ilmu dalam Perspektif, ed. Jujun  S. Suriasumantri (Jakarta: Gramedia, 1978), hlm. 130.

DP : Suprapto, B. “Aturan Permainan dalam Ilmu-ilmu Alam,” Ilmu dalam Perspektif, ed. Jujun  S. Suriasumantri, 129-133. (Jakarta: Gramedia, 1978).

            Daftar pustaka ini kemudian disusun menurut urutan abjad dari nama famili pengarangnnya dan diletakkan dalam bab tersendiri yang biasanya diletakkan di bagian belakang karangan. Untuk pengetikan dengan mempergunakan komputer maka judul buku yang dituliskan dengan garis di bawahnya dapat diganti dengan huruf miring (italic).
Demikianlah secara singkat telah dibahas salah satu contoh teknik notasi ilmiah yang biasa dipergunakan dalam karangan ilmiah. Materi yang telah di bahas telah mencakup pokok-pokok cara mengutip karya orang lain dalam penulisan ilmiah.

Notasi Ilmiah Tanpa Catatan Kaki
Terdapat bentuk notasi ilmiah tanpa catatan kaki. Dalam sebuah laporan penelitian dengan catatan kaki kadang-kadang kita melampirkan ringkasan  hasil dalam penelitian dalam bentuk notasi tanpa catatan kaki. Kita akan melihat konversi dari notasi catatan kaki kepada notasi tanpa catatan kaki dengan mempergunakan contoh terdahulu:

Larrabe mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan. 1   sedangkan Ritcher melihat ilmu sebagai metode. 2    Conant mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan percobaan.  3

Notasi di atas dapat kita konversikan sebagai berikut :

Larrabe  (1964)   mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diandalkan    (p. 4).  Sedangkan    Ritcher   (1972)   melihat ilmu sebagai metode  (p.  15).  Conant  (1961)  mengindentifikasikan ilmu sebagai serangkaian konsep hasil dari pengamatan dan percobaan  (p. 25).

Karakteristik Action Research
Action research, berbeda dengan penelitian-penelitian yang bermaksud menemukan pengetah uan yang mempunyai tingkat generalisasi yang dapat diandalkan sebagai rujukan tempat lain diluar lokasi penelitian. Action research hanya mempunyai kesahihan di tempat lokasi dimana penelitian dilakukan dan action research tidak ditujukan untuk menemukan pengetahuan ilmiah yang bersifat universal, melainkan mencari pemecahan praktis terhadap permasalahan yang bersifat lokal.
Masalah
Masalah yang digumuli dalam action research pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam dua kategori. Kategori pertama mencakup permasalahan yang ditentukan oleh klien itu sendiri dengan bimbingan dan pengarahan dari peneliti action research.. Dalam hal ini maka masalah terinci mengenai bidang-bidang apa saja yang akan diteliti oleh kelembagaan sekolah itu sendiri. Masalah tipe pertama ini biasanya dilakukan oleh peneliti yang sudah profesional.
Kategori kedua adalah penerapan suatu konsep yang ditawarkan oleh kepada sebuah lembaga. Konsep itu sendiri ditentukan oleh peniliti yang akan melakukan action research. Sebagai contoh adalah penerapan teknik baru dalam manajemen. Masalah tipe kedua ini biasanya dipilih oleh mahasiswa yang akan menjadikan kegiatan action research sebagai penelitian akademik yang merupakan sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelarnya.
Langkah-Langkah dalam Action Research
Action research pada hakikatnya mempunyai langkah-langkah yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan secara efektif dan bersifat lebih fleksibel yang disesuaikan dengan tujuan pemecahan masalah. Langkah pertama adalah merumuskan masalah yang akan dipecahkan lewat kegiatan action research. Perumusan masalah mesti dilakukan secara terinci dan jelas yang mencakup variabel yang akan diintervensi serta cara pengukuran keberhasilan intervensi tersebut. Dalam hal ini maka perumusan masalah harus merinci variabel apa saja dari sistem informasi seperti kumpulan, pengolahan atau kualitas produk informasi yang dihasilkan yang tercangkup dalam lingkup penelitian. Disamping itu action research merupakan penerapan suatu teknologi baru, dan upaya penerapan teknologi bukan saja menyangkut kemampuan teknis (technical knowhow), tetapi juga kemampuan manajerial (managerial knowhow) dari teknologi tersebut. untuk itu dalam tujuan penelitian action research terkandung upaya untuk mengembangkan sistem pengolaan teknologi yang diterapkan. Termasuk kedalam pengembangan sistem pengolaan ini adalah pembentukan struktur, mekanisme dan prosedur, serta keterampilan teknis personil.
Langkah kedua adalah melakukan pengkajian teoretis mengenai teknologis yang akan diterapkan. Pengkajian teoretis yang pada dasarnya merupakan upaya untuk mengetahui hakikat mengenai teknologi yang akan diterapkan. Dalam action research pengkajian teoretis mempunyai du kegunaan. Pertama, sebagai dasar bagi penyusunan materi penataan bagi para personil yang akan terlibat dalam action research dan yang kedua sebagai dasar bagi penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis. Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas maka diajukan hipotesis yang kebenarannya akan diverifikasi dalam upaya penerapan. Hipotesi yang diajukan harus bersifat dfinitive seperti pernyataan berikut.
Jika teknologi x diterapkan maka diduga akan membawa pengaruh sebagai berikut :
(1)        Terdapat perbaikan dalam pengumpulan data yakni data dikumpulkan secara lebih sesuai dengan kebutuhan;
(2)        Terdapat perbaikan dalam pengolahan data yakni data diolah lebih cepat, lebih sistematis dan lebih komunikatif (dalam bentuk visual);
(3)        Dengan adanya perbaikan dalam pengumpulan dan pengolahan data maka fungsi perencanaan dapat dilakukan secara lebih efektif yakni lebih komprehensif, lebih anilitis dan lebih tepat waktu.
(4)        Dengan adanya perbaikan dalam fungsi perencanaan maka fungsi pelaksanaan dapat dilakukan secara lebih efektif yakni lebih efisien dan lebih terarah.
(5)        Dengan adanya perbaikan dalam fungsi perencanaan yang ditunjang oleh perbaikan dalam pengumpulan dan pengolahan data maka fungsi kontrol dapat dilaksanakan secara lebih efektif yakni lebih cepat dalam mendeteksi penyimpangan serta lebih banyak menemukan kasus pelanggaran.
Hipotesis tersebut di atas diajukan sekaligus dengan indikator kinerja (performance) yang dapat diukur secara kuantitatif. Seperti telah disebutkan terdahulu, agar kita dapat membandingkan kinerja variabel sebelum dan sesudah penerapan teknologi, maka pengukuran sebelum dan sesudah teknologi harus dilakukan. Langkah ketiga adalah menyusun metodologi penelitian. Atau lebih tepat lagi, metodologi penerapan action research. Metodologi penerapan ini merupakan prosedur dalam menerapkan teknologi baik yang menyangkut prosedur teknis maupun manajerial. Atau dengan perkataan lain, metode penelitian action research adalah dalam langkah-langkah yang mengacu kepada suatu teknologi tertentu dalam meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Secara konsepsional langkah-langkah ini sudah harus tercermin dalam model penerapan yang dikembangkan dari kajian teoretis.
System Thinking (kerangka ilmu untuk pendekatan multidisipliner)
Cara pandang keilmuan cenderung untuk berpikir secara terbatas dan bersifat konvergen dalam mengambil kesimpulan, ilmu merupakan ilmu yang semakin lama semakin terspesialisasi dengan pengembangan keilmuan yang makin sempit dalam penelahaannnya, sistem ini mengakibatkan  deformasi, yaitu kebenaran dalam pengambilan keputusan menjadi bersifat solipsistkik yakni benar bila dilihat dari cara pandang tertentu.
Dewasa ini kita sering melihat analisis kebijakan (policy analisis) yang sifatnya sangat ilmiah namun sangat sempit pandangannya. Banyak lagi wacana analisis kebijakan yang diambil para pengambil keputusan meminjam pernyataan presiden John F Kennedy yaitu “smart but not wise” ( cerdas namun tidak bijak )
Perbedaan Filososfis Antara Berpikir Ilmiah Dengan Berpikir Sistem
Bila kedua cara berpikir itu dibandingkan maka segera terlihat perbedaan filosofis antar berpikir ilmiah dan berpikir sistem. Unsur realitas dalam berpikir ilmiah adalah fakta sedangkan unsur realitas dalam berpikir sistem adalah sistem, sistem diartikan sebagai kumpulan fakta yang terikat satu dengan yang lain secara fungsional.
Secara epistomologis baik berpikir ilmiah maupun berpikir sistem, kedua duanya mempergenakan logika deduktif dan induktif namun berbeda dalam tujuannya, ada suatu logika terbuka, kegiatan ini didasarkan pada asumsi bahwa realitas adalah suatu sistem terbuka dimana terdapat input yang diimpor dari sistem lain dan output yang diexpor ke sistem lain pula.
 Secara aksiologis, sistem nilai yang dianut oleh berpikir sistem adalah  keteraturan. Bagi kegiatan ilmiah nilai koral yang dianut adalah kemanfaatan bagi manusia tanpa terlalu menghiraukan apakah pemecahan masalah keilmuan secara atomistik (sektoral) itu membuahkan ekses seperti kemacetan dan kesemerawutan.
Pengembangan Berpikir Sistem
Tujuan operasi riset adalah mencari pemecahan optimal, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan dalam bidang bidang tersebut diatas maka dari itu dikembangkan sistem analisisyang harus cukup puas dengan alternatif pemecahan yang terbaik meskipun tidak optimal, sedangkan sistem analis adalah terputus, sistem analis menanggap bahwa kombinasi kombinasi dari variabel variabel adalah tak terbatas dan tujuannya adalah mencari kombinasi yang optimal. Di pihak lain sistem analisis menganggap bahwa kombinasi kombinasi tersebut adalah terbatas, dan tujuan sistem analisis adalah mencari kombinasi yang terbaik dari alternatif alternatif yang terbatas tersebut.
Karena fungsinya yang berbeda maka operasi riset dan sistem analisis menggunakan teknik yang berbeda beda pula. Operasi riset umpamanya, memperguakan teknik gaming, monte carlo dan sebagainya. Sedangkan sisem analisis mempergunakan cost benefit dan cost effectiveness technique.
PPBS (planning programing budget system) sebenarnya sudah terkenal sejak tahun 1942 di amerika serikat, sesudah itu PPBS diterapkan di berbagai negara termasuk indonesia. Format rencana pembangunan lima tahun (repelita) dalam rezim orde baru mengintegrasikan secara fungsional kegiatan perencanan (bappenas), penyusunan program (departemen terkait) dan penentuan anggaran  (departemen keuangan) dalam sebuah sistem yang terpadu. Format ini merupakan variasi dari sebuah tema, sebuah teknologi sistem yang bernama Planning Programing Budgeting Sistem.


Pages - Menu